Story

Cerita ini hanya fiktif belaka
Jika ada kesamaan  tokoh, tempat dan dsb mohon dimaklumi.

Jogja – Bali
(Cinta – Ketulusan – Kesetiaan – Penghianatan)


Baron, 05.00 PM - 25 Maret


Tuhan…
Aku masih mencintainya…

“Byuuurr…”

Deburan ombak menghantam karang dengan keras memecahkan sebuah suara lain dari suatu tempat. Di antara cahaya senja sore itu sesosok perempuan bersimpuh diatas tebing karang yang menjorok di atas permukaan laut pantai Baron. Perempuan tersebut terlihat sangat anggun dengan pakaiannya yang tertutup dan warna senada. Sebuah baju terusan warna biru dengan motif bunga myori tampak serasi dipadukan dengan selembar kain berwarna biru langit yang menutupi kepalanya. Warna yang kontras nun lembut diantara merah senja sore itu.
Tubuh perempuan itu tampak gemetar terisak-isak memandang sebuah foto seorang laki-laki di tangannya dan selembar kertas lain yang sudah diremasnya. Di belakangnya datang seorang  laki-laki menghampirinya…
           “Ra, matahari hampir tenggelam…  Ayo kita pulang…”
Wanita itu menoleh dan menatap tajam pada laki-laki tersebut.
“Dia tidak datang… Ini hari tarakhirku kak, aku harus bertemu dengannya!”
“Kalau kamu ingin bertemu dengannya, kenapa tidak mengubunginya saja? Sia-sia saja kamu menunggunya selama 2hari disini tanpa kabar darinya. Kakak rasa dia belum membaca pesan kamu. Sekarang kita harus pulang karena besok adalah hari besarmu dan mama pasti sangat mencemaskanmu.”
“Kakak… tak bisakah acaranya diundur satu hari lagi? Aku akan menemuinya langsung, maukah kakak menemaniku?”
 Laki-laki tersebut berjongkok dan memeluk adik perempuan satu-satunya itu dengan sedih.
           “Jangan menyiksa dirimu lagi. Dari awal sudah kakak katakan, perjalanan kita hanya akan menambah sakit hatimu. Kamu harus melupakan semuanya disini, hari ini.”
            Wanita itupun kemudian meremas foto dan kertas yang sudah lusuh itu jadi satu, menaruhnya diantara celah batu karang bersama kalung berbandul hati dan menutupnya dengan batu kecil. Kemudian kakak beradik itupun berlalu pergi meninggalkan pantai.

Ditempat lain seorang laki-laki menatap layar HPnya dengan serius, membaca sebuah pesan untuknya berulang-ulang. Tiba-tiba dia berdiri, berlari mengambil kunci motornya dan berlalu pergi meninggalkan HPnya tergeletak di atas kasur tanpa menutup pesan yang telah dibacanya. Sebuah foto seorang perempuan sedang tersenyum terlihat di layar HPnya dan berisi pesan singkat di akun twitternya.

@ivan89 Oppa, besok aku kesana segera hub aku, temui aku di tebing pantai kenangan B* aku akan menunggumu sampai kau datang^_^”     23 Maret

***


Baron 06.05 PM

Pantai itu sudah gelap. Hanya ada beberapa titik cahaya dari senter dan obor-obor milik pengunjung pantai itu. Laki-laki bernama Ivan berlari tertatih-tatih menaiki tebing tanpa pencahayaan. Tiba di puncak tebing dia berteriak-teriak, berkeliling mencari seseorang.
                “LARA… DIMANA KAMU? AKU DATANG…” Dengan putus asa Ivan berjalan ke ujung tebing karang.
                “Lara bukankah kamu berkata akan menungguku disini sampai aku datang? Mengapa sekarang kau tak ada? Dimana kamu? Aku sangat merindukanmu Lara...” tangannya merogoh saku celananya dan menyadari bahwa dia meninggalkan HPnya di kamar. Ivan mendengus, matanya menatap laut hitam jauh dibawahnya sambil menendang batu-batu karang. Seketika Ivan melihat kelip cahaya putih dibawah kakinya lalu dia berjongkok untuk melihatnya. Ivan pun mengambil benda putih di dalam ceruk karang dan tersentak saat mengenali bahwa itu adalah kalung pemberiannya untuk Lara di hari ulang tahunnya. Ivan melihat ada remasan kertas di bawah kalung tempat ia menemukannya tadi. Ivan mengambilnya dan membukanya. Remasan kertas itu ada dua lembar, yang satu adalah foto dirinya dan satu lagi seperti sebuah surat. Karena tempat itu sangat gelap dia tidak bisa membaca isi kertas tersebut. Ivan pun memasukkannya ke dalam saku celananya bersama kalung tadi dan kemudian pergi meninggalkan pantai.
Sesampai di rumah ivan membuka kertas yang ditemukannya tadi. Seketika air matanya mengalir saat membaca isi kertas itu. Ivan jatuh terduduk dan bersandar pada tembok kamarnya dengan tangan masih menggenggam kertas. Kertas itu adalah undangan pernikahan Lara yang akan di selenggarakan besok di Bali. Bali... Sebuah tempat dimana dia pernah berjanji kepada Lara suatu saat jika mereka menikah, pernikahan itu akan diselenggarakan disana.
                   "Salahku Lara... semua ini salahku membuatmu menderita. Ini hukuman untukku. Benar, aku tak pantas untukmu..."

***


Bandara Adi Sucipto, 08.45 PM

Lara dan kakaknya Aam sedang duduk di ruang tunggu Boarding Pass. Dengan gusar Lara memandang sekeliling bandara berharap Ivan berada disana mengejarnya.
                “Ra, duduklah dengan tenang” tegur Aam sembari mengelus punggung Lara. Lara pun diam, matanya memandang ke bawah. Ingatannya melayang pada kejadian dua bulan silam…

                Seorang wanita  mendatanginya di tempat kerjanya. Lara mengajaknya ke caffetaria yang berada di perusahaan tempatnya bekerja.
    “Apakah kamu masih mencintainya?” Tanya si wanita tiba-tiba.
                “Mengapa kau tanyakan itu?” Lara tersentak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Reni, mantan kekasih Ivan.
                “Aku hanya ingin memastikan saja. Aku ingin tahu jawabanmu, jika Ivan memintamu kembali kepadanya, apakah kau mau memulainya lagi dengannya?”
                “Hubungan kami sudah lama berakhir. Jika kamu menginginkan jawabanku sekarang, jawabanku adalah tidak. Bukan karena aku tidak lagi mencintainya atau masih mencintainya. Tapi lebih kepada aku hanya ingin menjalin hubungan dengan serius. Kau tahu usiaku bukanlah remaja lagi, sudah saatnya aku berpikir untuk masa depanku. Dan aku tidak bisa berharap kepada Ivan... Sesuatu yang kupikirkan, tidak kutemukan pada diri Ivan. Karena aku tahu Ivan sendiri masih bimbang dengan perasaannya, tapi…” Lara menghela nafas dan melanjutkan lagi dengan hati yang sedih. “tapi… kita tak kan pernah tahu apa yang terjadi nanti, terlebih kita tidak pernah tahu siapa jodoh kita nantinya. Aku menyerahkan semua kepada Tuhan, biarlah Dia yang berkehendak.”
                Reni menarik kedua tangan Lara dan menggenggamnya erat. Lara kaget dan menatap Reni. “Maukah kau berjanji untukku?? kau tahu aku masih mencintainya biarpun aku telah mempunyai kekasih, tapi aku tidak bisa kembali padanya. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa memilikinya… Berjanjilah padaku apapun yang terjadi jangan pernah kembali padanya. Aku akan melupakan semua sakit hatiku padamu dan memaafkan perbuatan yang pernah kau lakukan padaku. Sampai kapanpun aku tak akan rela jika kau bersamanya. Jika aku tidak bisa memilikinya, aku lebih senang jika bukan kau yang memilikinya.”
                Mata Lara menerawang, dan dengan terbata-bata dia berkata, “Iya Reni aku berjanji... tak kan kembali padanya...”
                “Berjanjilah satu hal lagi padaku, lupakanlah dia dan menjauhlah darinya. Ku mohon... dengan begitu hatiku akan tenang. Berjanjilah…”
                Lara menatap nanar mata Reni, “Baiklah. Jika itu yang kau inginkan dariku, akan kulakukan. Mulai saat ini kau tak perlu khawatir. Berbahagialah Reni…”
                Reni menarik tubuh kecil Lara ke dalam pelukannya dan menangis tersedu-sedu. “Terimakasih… Terimakasih banyak Lara… Maaf  aku memintamu seperti itu…”
                Lara tak kuasa membendung kesedihannya lagi, air matanya tumpah bersama perih yang mengiris hatinya.
                Satu minggu kemudian Lara menerima pinangan anak dari rekan kerja papanya.

“Ra… Ra…” panggil Aam sambil mengguncang tubuh Lara.
“kakak… apa?” Lara tersadar dari lamunannya.
“Sudah waktunya…” ujar Aam sambil membantu Lara berdiri. Mereka pun akhirnya menaiki pesawat dengan tujuan ke Bali.

Di dalam kamarnya, Ivan sedang menelpon. Dia memesan tiket pesawat  untuk perjalanan ke Bali. Ivan pun mendapatkan tiket dengan jadwal penerbangan jam empat pagi. Ivan langsung berkemas.

***


Bali, 26 Maret - 05.30 AM

               Di dalam sebuah ruangan sebuah hotel, tampak Lara dikerumuni beberapa orang yang bergantian memeluknya. Lara tampak cantik sekali dengan gaun putih pengantin yang dipakainya. Disampingnya juga tampak pengantin laki-laki yang sangat gagah dan terlihat sangat bahagia. Ya, mereka baru saja selesai melangsungkan akad nikah dan sekarang Lara telah resmi menjadi Nyonya Ardi. Acara itu tidak banyak dihadiri orang-orang karena acara akad nikah ini memang sengaja hanya dihadiri oleh keluarga Lara dan keluarga Ardi.
            

               Ivan baru saja tiba di bandara Ngurah Rai Bali, setelah melalui pemeriksaan tas dia berjalan keluar bandara untuk mencari taksi. Setelah mendapatkan taksi, Ivan menyerahkan kartu undangan yang sudah lusuh kepada supir taksi itu.
              "Pak tolong antarkan saya ke alamat ini"
              "Oh, alamat ini tidak jauh bli, hanya sekitar 15 menit dari sini. Siapa yang menikah bli?" tanya si supir sambil menyerahkan undangan itu kembali dan menjalankan mobilnya.
              "Teman pak" jawab Ivan singkat.
              Si supir melirik bayangan Ivan yang terpantul dari kaca atas kemudi. "Sepertinya bli bukan orang bali, kalau boleh tahu bli dari mana?"
              "Dari Jogjakarta"
              "Wah bli jauh-jauh datang dari Jogja pasti karena yang akan menikah teman dekat ya?" Ivan hanya tersenyum menanggapinya.
              Tiba-tiba sang supir memotong lagi, "Bli bukankah ini terlalu pagi untuk melangsungkan pernikahan?  Jam berapa acara itu dimulai?" Ivan kaget mendengar pertanyaan si supir taksi itu dan buru-buru membuka kartu undangan yang masih dipegangnya itu. "Jam 10 pak" ucap Ivan lemah. Sambil menghela nafas Ivan menyandarkan kepalanya pada punggung kursi. Dia baru menyadari bahwa dia tidak memikirkan hal ini sebelumnya, keinginannya datang ke Bali hanya untuk melihat Lara. Supir itu tampak kasihan melihat Ivan.
              "Apa bli mau saya antar mencari hotel? Bli pasti lelah, lebih baik bli istirahat dulu di hotel."
              "Apakah di dekat sini ada tempat yang bagus? saya ingin jalan-jalan dulu"
              "Banyak bli, saya sarankan ke pantai Sanur saja. Bli bisa menghirup udara pagi yang bersih disana. Pantainya sangat indah gak kalah dengan panta-pantai di Jogja. Di depannya juga ada hotel jika bli ingin menginap. Oia Sanur juga sangat dekat dengan gedung pernikahan yang akan bli hadiri itu."
              "Baiklah antarkan saya kesana pak."
              "Baik bli..."
              Ivan menguap. Dia sadar dia sangat lelah dan butuh istirahat karena semalaman dia terjaga. "Pak antarkan saya ke hotel dulu, sepertinya saya harus mandi dulu agar lebih segar" potong Ivan sebelum taksi memasuki area parkir pantai Sanur.
              "Iya bli..." jawab si supir dengan membelokkan mobilnya ke arah Green Garden Hotel.
              Setelah mendapatkan kamar dan mandi, Ivan berdiri di depan dinding kaca kamar hotelnya yang langsung menghadap pantai. Ia tertegun melihat pantai. Bukan karena keindahan pantai itu tapi karena dia memikirkan Lara. Ivan menyadari kedatangannya kemari pada akhirnya akan menyakitinya. Ivan ingin sekali menelpon Lara tapi dia takut akan merusak hari pernikahan Lara. Ivan pun memutuskan untuk turun dan berjalan-jalan di pantai.


              "Lara, 3 jam lagi resepsi dimulai. Dan kau malah bersantai minum kopi disini. Mama menunggumu dikamarnya untuk berdandan." Tegur Aam pada Lara yang sedang menikmati secangkir cappucino di beranda kamar hotel tempatnya menginap bersama keluarganya.
              Suaminya, Ardi, berada di kamar yang lain. Entah mengapa keluarganya melarang dia dan Ardi berada dalam satu kamar sampai semua prosesi pernikahan selesai. Tidak masuk akal menurutnya, tapi Lara lega setidaknya itu memberinya waktu untuk menata hatinya sebelum mengabdikan dirinya sebagai istri Ardi.
              "Hei, kau malah bengong! sudahlah apalagi yang kau pikirkan? harusnya kau bersenang-senang." Omel Aam pada adiknya. Meski begitu Aam sangat mengkhawatirkan adik semata wayangnya itu, raut muka Lara tidak bisa dikatakan sedang baik-baik saja. Aam tahu adiknya sedang menyimpan kesedihan yang teramat dalam.
              Lara bangkit dari duduknya dan menghadap kakaknya. "Ka' aku ingin jalan-jalan sebentar di pantai... boleh ya?"
             "Kamu kan tahu acaranya 3jam lagi. Buat apa ke pantai?" Aam sangat takut jika adiknya tiba-tiba kabur. Meskipun dia sendiri kurang menyetuji pernikahan ini, tapi dia juga tak ingin membuat papa-mamanya malu.
             "Hanya sebentar saja kak. Aku tahu kamu takut aku akan pergi, aku berjanji akan kembali lagi dalam satu jam. Jangan beritahu mama, percayalah padaku..."
             "Apakah kamu mau kakak temani?"
             "Aku ingin sendiri... kakak jangan khawatir aku akan memakai jam tangan, jika dalam satu jam aku belum kembali cari aku barangkali aku tersesat. hehe..." gurau Lara mencoba melunakkan hati kakaknya.
             "Baiklah, kakak akan mengurus mama. Ingat hanya 1 jam! Kau tahu apa yang terjadi jika mama tahu"
             "Kakak memang gak ada duanya. I love you Aam jelek..." sembari tertawa ia mencium kedua pipi kakaknya kemudian mengambil jam tangannya di meja dan setangkai mawar putih dari pot hias sebelum meninggalkan kamarnya. Lara memang sangat menyukai mawar putih.


              Lara menyisiri tepi pantai dan memandang jauh ke tengah lautan. Lara tersadar ketika seorang anak kecil memanggilnya.
              "Kakak cantik... kakak cantik..."
               Lara melihat kesekitarnya namun tak ada seorangpun selain dirinya. Sembari menghampiri anak kecil itu Lara berujar, "Adik kecil memanggil kakak?"
              "Iya. Kakak jangan dekat-dekat air nanti hanyut. Itu kata mama padaku."
              "Dimana mama kamu sayang?"
              Anak kecil itu menunjuk seorang wanita yang sedang membuat istana pasir dan sedang melambai kepada kami. Aku pun tersenyum.
              "Kamu suka bunga?"
              "Ya, aku suka. Apakah bunga itu untukku?" tunjuknya pada bunga yang dipegang Lara.
              "Betul ini untuk kamu, karena kamu malaikat kakak yang sudah mengingatkan kakak agar tidak hanyut. Bukankah bunga ini sangat cocok untukmu? kamu sangat cantik seperti bunga ini..."
              "Terimakasih kakak... kakak juga cantik seperti bunga ini, baju kakak putih seperti warna bunganya."
               "Kau anak pitar..." ucap Lara sambil mengelus rambut anak itu.


               Merasa bosan di kamar, Ivan memutuskan untuk turun ke pantai. Namun Ivan begitu kaget melihat Lara juga berada di pantai itu. Tidak salah lagi wanita yang bersama anak kecil itu adalah Lara. Ivan berjalan menghampirinya.
               "Lara...."
               Serentak Lara dan anak kecil tadi menoleh ke arah sumber suara. Lara tampak terkejut melihat Ivan berada di depannya.
               "Ivan..."
               "Mengapa kau berada di pantai?"
               "Ivan mengapa kamu bisa berada disini?" ucap mereka bersamaan dan akhirnya mereka tertawa.
               "Kakak, aku pergi dulu ya... terimakasih bunganya" anak kecil itu pun berlari-lari kecil meninggalkan mereka sebelum Lara mengucapkan sepatah katapun untuknya. Lara pun hanya tersenyum melihatnya.
               "Siapa gadis kecil itu?" tanya Ivan.
               "Aku tidak tahu. Kita hanya mengobrol disini." ujar lara. "Oh ya sejak kapan kamu disini?" Lara tampak canggung berbicara dengan Ivan. Ia sangat merindukan Ivan... ingin sekali ia memeluknya tapi ia sadar ia telah menjadi istri orang. Lara menepis semua perasaannya kemudian ia berjalan menyusuri tepi pantai, Ivan pun mengikutinya.
              "Baru saja..."
              "Maksudku sajak kapan berada di Bali?" Lara berpikir Ivan sudah lama di Bali dan mungkin Ivan memang belum mengetahui ia kemarin ada di Jogja.
              "Tadi pagi..."
              "Aku tidak mengerti, maksudmu baru tadi pagi kamu sampai disini?" tanya Lara sambil memandang Ivan.
              "Kapan kamu kembali dari Jogja?" tanya Ivan tak memedulikan pertanyaan Lara.
              "Oh, apakah kamu membaca pesanku? sebenarnya aku hanya sehari disana untuk membeli beberapa perlengkapan. Karena kamu tidak menghubungiku, aku pikir kamu belum membaca pesanku jadi aku kembali. Aku tidak bisa berlama-lama disana karena harus mengurus persiapan pernikahan..." ucapnya lirih ketika mengatakan pernikahan. "Maaf aku tidak memberitahumu bahwa aku akan menikah. Tadi pagi aku telah melangsungkan akad nikah dan jam 10 nanti resepsi dimulai." Lara terpaksa berbohong, dia tidak ingin Ivan tahu ia menunggunya hingga tadi malam.
               "Aku sudah tahu..." Ivan menghela nafas. "Aku mencarimu di Baron tadi malam. Maaf aku baru tahu pesanmu. Aku menemukan undangan dan kalung ini di tebing." Ivan mengulurkan kalung berbandul hati itu kepada Lara.
               "Aku sudah tidak berhak memiliki kalung itu lagi, oleh karena itu aku mengembalikannya." Lara ingin sekali menangis dan memeluk Ivan, membawa Ivan pergi jauh dari sini.
               "Lara, maavkan..."
               Bukk! Seseorang menghantam pipi kiri Ivan. Ivan pun jatuh tersungkur ke pasir pantai.
               "IVAN..." Lara menjerit histeris melihat Ivan terjatuh.
               "BRENGSEK... Apa yang kamu lakukan disini, hah?!" Aam memaki-maki Ivan.
               "Kak Aam... aku hanya ingin bertemu dengan Lara"
               "Apa kau merasa bersalah karena membuat Lara menunggumu dua hari dua malam di pantai!"
               "Jadi kau terus menungguku?" tanya Ivan pada Lara. Lara hanya diam sambil berjongkok disampingnya.
               "Bajingan kau! pergilah dari sini. Sekarang Lara sudah bersuami, jangan pernah muncul lagi di depannya!" Aam menarik tangan Lara untuk bangun dan menyeretnya menjauh dari pantai. Dengan enggan Lara mengikuti kakaknya sambil menangis.
               "Apa yang kau lakukan? mau kabur dengannya?!" bentak Aam pada Lara.
               "Tidak kakak... Aku pun baru tahu dia ada disini. Dia mencariku..." tangis yang ditahannya sedari tadi pun tumpah tak terbendung. Aam pun memeluk adiknya.
               "Semua udah berakhir Lara... Saat kau bersama dengan Ardi, kau akan segera melupakannya dan menikmati hidupmu bersama Ardi..." ucap Aam tampak ragu.

                                               ***


               Acara resepsi itu berlangsung sangat meriah. Semua orang menikmati pertunjukan tari kecek asal bali dan tarian remo asal jawa timur. Di akhir acara pengantin harus memotong kue. Lara tampak gusar sekali karena dari tadi dia tidak melihat Ivan datang. Dia takut Ivan kenapa-kenapa karena pukulan Aam. Lara mencoba tersenyum pada tamu undangan yang menyorakinya. Setelah sesi potong kue para tamu undangan mengantri untuk salaman dan berfoto dengan pengantin.

              Ivan belum beranjak dari pantai sejak Lara dibawa Aam pergi. Ivan pun mulai kepanasan karena matahari sudah terik di atasnya. Ia melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah duabelas siang. Ia sudah sangat terlambat untuk datang ke acara pernikahan Lara, tapi dia ingin melihat Lara terakhir kalinya. Ivan pun beranjak dari pantai mencari taksi untuk ke tempat pernikahan Lara di jalan Danau Bantur by pass Ngurah Rai. Sebenarnya tempat itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki karena letaknya yang sangat dekat dengan Sanur. Tapi Ivan berniat untuk membeli bunga terlebih dahulu sebelum keacara pernikahan Lara.
                Setibanya di gedung pernikahan Lara, Ivan sedikit ragu memasukinya. Ivan berpikir acara itu sudah akan selesai karena beberapa tamu undangan ada yang telah meninggalkan gedung. Sambil mengumpulkan kekuatan Ivan menghela nafas dalam-dalam dan memasuki ruangan yang menjadi tempat acara pernikahan lara. Seketika melihat Lara, Ivan menitikkan air mata. Hatinya sangat sedih melihat Lara yang berada di depan menyalami tamu-tamu undangan. Raut Lara tampak sendu berbalut gaun kombinasi adat Bali dan adat Jawa yang diapakainya. Lara pernah berkata padanya, jika ia menikah ia ingin memakai baju adat Jawa-Bali. Sekarang dia benar-benar memakainya. Hatinya semakin sedih melihat Lara yang tidak tampak bahagia. Ini semua salahnya...
                Ivan pun urung untuk menemui Lara, dia meletakkan bunga yang dibawanya diatas meja dan berlalu pergi. Lara yang dari tadi tahu kedatangan Ivan tampak gugup melihat Ivan berjalan keluar lagi dari ruangan. Tanpa pikir panjang Lara berlari mengejar Ivan meninggalkan suaminya dan para tamu undangan yang mengantri untuk salaman kebingungan. Suaminya dan semua tamu undangan pun ikut mengejar Lara. Lara melihat Ivan akan menyebrang jalan, sepertinya akan menaiki taksi yang berhenti diseberang jalan. Lara meneriaki nama Ivan namun Ivan tak mendengar. Ivan sudah sampai di seberang jalan dan akan menaiki taksi. Lara berlari menyebrang jalan, tapi karena baju yang dipakainya menyusahkannya berlari Lara pun terjatuh. Dan tiba-tiba saja ada sebuah mobil melaju kencang. Karena jarak yang sangat dekat, mobil itu pun tak sempat mengerem dan menghantam tubuh Lara. Tubuh Lara terpental hingga lima meter. Semua orang berteriak histeris.
                  Ivan yang baru akan masuk taksi kaget mendengar jeritan orang-orang. Ia melihat semua tamu undangan Lara berada di luar sambil berteriak-teriak. Perasaan Ivan tidak enak ketika melihat Aam berlari ke tengah jalan. Disana, di tengah jalan tergeletak tubuh seorang wanita berpakaian adat. Ivan pun berjalan pelan ke arah Aam yang telah memangku tubuh wanita itu. Ivan mendengar Aam berbisik dalam tangisnya.
"Lara kau tidak memikirkan betapa berdosanya dirimu meninggalkan suamimu demi mengejar seorang laki-laki yang telah menyakitimu. Pada akhirnya ini jalan yang kau pilih... Kakak sangat mengenalmu Lara, jika kau bukan milik Ivan maka kau pun bukan milik siapapun. Inilah yang kakak khawatirkan sejak tiga hari yang lalu. Kau adikku satu-satunya, tapi aku tidak bisa menjagamu. Maavkanlah kakak Lara..." Setelah itu Aam menutup kedua mata Lara dan mencium kening Lara yang berlumur darah. Tubuh itu sudah tak bernyawa lagi...
                   Ivan mengambil tubuh Lara dari tangan Aam, memeluknya erat-erat. "Tidak, tidak... Lara... Lara bangun Lara. Lara! Lara! Laraaaaaaaa..." jeritan Ivan terdengar sangat memilukan, membuat merinding  penonton dan tamu undangan yang mengerumuninya.
                  Tampak di tengah para tamu undangan Ardi jatuh terduduk di jalan aspal dan meneteskan air mata. Tak disangkanya wanita yang baru saja dinikahinya beberapa jam yang lalu kini meninggalkannya selama-lamanya dan membuatnya menjadi seorang duda. Aam berdiri dan berjalan kearah Ardi. Ditepuknya pundak Ardi dan berkata, "Tidak ada gunanya untuk menangisinya... Maavkanlah Lara, dan ikhlaskan dia pergi..." Setelah itu Aam berjalan memasuki gedung pernikahan meninggalkan Lara sendiri bersama Ivan yang terus memeluknya menangis pilu. Bahkan tak satupun dari orang-orang yang berani mengusik Ivan yang masih memeluk Lara. Tidak suami Lara atau bahkan papa-mama Lara yang terlebih dahulu jatuh pingsan melihat Lara tertabrak.

                                                                    **SELESAI**


Terimakasih kuucapkan untuk para pembaca-pembacaku...^_^
Aku akan sangat senang jika pembaca meninggalkan saran dan komentar.
Karya ini kupersembahkan untuk Ayah-Ibu yang telah membesarkanku, kepada kakakku yang memberikan inspirasi atas kisah-kisahnya yang mengharu biru, kepada someone special yang juga menginspirasiku dan menunjukkan padaku bagaimana kehidupan harus ku jalani. Semua ini berkat kalian semua... Terimakasih.
Love you all...


Capri (catatan-pribadi):
DILARANG "KERAS "CoPas"!!

Tidak ada komentar: